Ekosistem padang lamun sama pentingnya dengan terumbu karang dan hutan mangrove. Lamun memiliki peran penting untuk mengurangi dampak perubahan iklim, namun lambat laut lamun mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia. Salah satu hewan yang menempati padang lamun adalah duyung/dugong. Duyung adalah hewan mamalia vegetarian. Duyung menunjukkan ekosistem lamun yang sehat, bahkan barometer indikatif keseluruhan kesehatan ekosistem laut.

Nah sebelumnya perkenalkan namaku Amira Rachmatillah,  salah satu pelajar SMA di Kota Malang. Sejak kecil aku sangat tertarik terhadap isu-isu lingkungan terutama yang bersangkut paut dengan hewan. Nah tiap hari tiada masalah tentang lingkungan, kali ini salah satu masalah krusial namun tidak kita sadari yaitu salah satu teman kita yang bertempat tinggal di padang lamun sedang kesusahan nih! Nah siapa ya? Yap, perkenalkan namanya Ugi, salah satu duyung yang akan mengenalkan kita tempat tinggalnya dan menjelaskan masalahnya, yuk kita ikuti dia dan membantunya!


Lautan Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, layaknya seperti di daratan. Di lautan juga banyak biota-biota yang hidup didalamnya, contohnya yaitu tumbuhan, ikan, reptil bahkan mamalia pun hidup di lautan. Contohnya paus, lumba-lumba, dugong dan banyak lagi. Nah dari biota-biota tadi dugong merupakan topik yang menarik untuk dibahas karena dugong sudah mulai langka keberadaannya. Dugong atau yg disebut masyarakat Indonesia duyung termasuk biota yang dilindungi dari kepunahan berdasar Peraturan Pemerintah No 7 tahun 1999. Dugong bertempat tinggal di ekosistem padang lamun.

Lamun Itu Apa, sih?
Yuk Berkenalan dengan Lamun
(Sumber: DSCP)

Nah sudah tahu belum apa itu lamun? Lamun (seagrass) adalah sekelompok tumbuhan berbunga yang tumbuh di dasar perairan pesisir. Lamun dapat membentuk hamparan yang disebut "padang lamun". Lamun tumbuh terendam di dalam air laut yang bersubstrat pasir atau campuran pasir, lumpur, dan pecahan karang, sampai ke kedalaman air laut yang tidak lagi terkena penetrasi sinar matahari. Di Indonesia, lamun umumnya tumbuh di daerah pasang surut dan sekitar pulau-pulau karang. Dari 60 spesies lamun dunia,  perairan Indonesia adalah rumah bagi 13 spesies lamun. Lamun menempati hanya 0,2% dari lautan di dunia.

Adapun yang disebut “padang lamun” adalah hamparan dasar laut yang didominasi oleh vegetasi
lamun. Padang lamun merupakan ekosistem yang kompleks, karena di dalamnya terdapat banyak
ragam biota yang saling berinteraksi satu sama lain. Padang lamun bisa berada di dekat
ekosistem mangrove sedang sebelah luarnya bertumpang tindih sebagian dengan ekosistem
terumbu karang. Pada hakikatnya ketiga ekosistem ini (mangrove, padang lamun, terumbu
karang) terdapat interkoneksi dalam pertukaran energi, materi dan hara.

Jaringan pakan (food web) yang disederhanakan untuk suatu ekosistem padang lamun. (Fortes, 1990)


Komunitas lamun di suatu padang lamun dapat terdiri dari vegetasi tunggal yakni hanya terdiri
dari hanya satu jenis saja, atau bisa juga berupa vegetasi campuran yang terdiri dari beberapa
jenis. Pada saat surut rendah (bulan purnama) sebagian padang lamun bisa terpapar (exposed), tersembul ke permukaan laut, dan terlihat bagaikan padang rumput yang amat luas. 

Padang lamun merupakan ekosistem yang sangat tinggi produktivitas organiknya. Disitu
hidup bermacam-macam biota laut seperti krustasea, moluska, cacing, dan juga ikan. Ada yang
hidup menetap di padang lamun ini, juga pengunjung setia. Beberapa jenis ikan misalnya, berkunjung ke padang lamun untuk mencari makan atau unuk memijah. Berbagai biota laut yang mempunyai nilai ekonomi menggunakan daerah padang lamun ini sebagai tempat asuhan (nursery ground), antara lain ikan baronang (Siganus sp.).
Jenis Lamun.
 (Sumber: DSCP)

Apakah perbedaan antara padang lamun dan rumput laut?

Perbedaan lamun (kanan) dan rumput laut (kiri)
Seringkali kita menganggap sesuatu yang "hijau-hijau" di laut hanyalah rumput laut. Namun ternyata selain rumput laut ada juga loh lamun. Biasanya kita hanya menganggap kalau semuanya sama karena bila dilihat sekilas mirip. Namun ternyata berbeda jauh lho!
Lamun (seagrass) dan rumput laut (seaweeds) dapat dibedakan melalui ciri sebagai berikut.
1. Lamun menghasilkan bunga, biji dan buah. Rumput laut hanya menghasilkan spora.
2. Lamun memiliki akar, sedangkan rumput laut tidak. Rumput laut menggunakan 'holdfasts' sebagai jangkar untuk mengaitkan diri ke benda-benda lain, contohnya batu.
3. Tercatat jumlah spesies lamun adalah sekitar 60, sedangkan diperkirakan jumlah spesies rumput laut yaitu antara 5.000 sampai 6.000.
4. Lamun merupakan tanaman berbunga, rumput laut adalah jenis ganggang besar.
5. Lamun menggunakan akar untuk mengambil nutrisi dari sedimen, tetapi rumput laut mengekstrak nutrisi dari air di sekitarnya.

Mengapa Lamun Harus Diselamatkan?

Lamun sehat
lamun rusak 
Lamun memiliki segudang manfaat untuk semua makhluk hidup baik untuk ekosistem maupun manusia. Dengan luas ekosistem padang lamun sekitar 3,30 juta hektar dan luas ekosistem mangrove adalah 3,15 juta, kemampuan ekosistem padang lamun di Indonesia dapat menyimpan 16,11 juta ton karbon/tahun dan potensi penyerapan karbon ekosistem mangrove adalah 122,22 juta ton/tahun (mongabay.co.id).

Lamun merupakan habitat dan tempat berkembang biak bagi banyak spesies laut, termasuk spesies penting perikanan dimana jutaan manusia di seluruh dunia bergantung untuk mata pencaharian mereka. Lamun menyediakan lahan persemaian untuk spesies laut komersial penting seperti udang, kerang, teripang, bintang laut, bulu babi, udang dan finfish.
Manfaat dan Fungsi Lamun
(Sumber: DSCP)

Lamun memiliki beragam manfaat, contohnya sebagai berikut.
1. Produsen Primer
Lamun yang dapat menyimpan karbon lebih banyak dibandingkan ekosistem lainnya dapat mengolah karbon dioksida dan mengolahnya menjadi energi dalam bentuk biomassa yang dimanfaatkan oleh biota-biota laut.
2. Habitat Biota Laut
Padang lamun adalah tempat tinggal sekaligus tempat berlindung, daerah asuhan, tempat mencari makan bagi ikan-ikan karang, duyung, dan penyu.
3. Peredam Arus Gelombang
Daun lamun yang lebat mampu memperlambat arus dan ombak yang dapat mengakibatkan erosi pantai.

4. Pemerangkap Sedimen
Daun dan sistem akar lamun dapat memerangkap sedimen dan mengendapkannya di dasar sehingga air menjadi lebih jernih dan terjaga kualitasnya.

Dengan mengetahui beragam manfaat lamun, sekarang sudah tahu kan kenapa kita harus melindungi lamun? Namun meskipun ternyata lamun memiliki beragam manfaat masih banyak orang yang belum mengetahui pentingnya untuk menjaga lamun sehingga mengancam keberadaan lamun.

Apakah Ancamatan Bagi Lamun?
Luas total padang lamun di Indonesia semula diperkirakan 30.000 kilometer persegi, tetapi diperkirakan kini telah menyusut 30-40 persen. Ancaman bagi lamun yang menimbulkan perubahan signifikan yaitu aktivitas manusia salah satunya yaitu kebijakan yang merusak ekosistem khususnya terhadap keberadaan lamun.
1. Penghancuran langsung habitat padang lamun untuk pembangunan pesisir perkotaan (reklamasi) yang tidak berkelanjutan. Contohnya pembangunan pelabuhan dan industri di Teluk Banten telah melenyapkan ratusan hektar padang lamun (Tomascik dkk, 1997).
2. Metode memancing yang menyebabkan kerusakan fisik secara langsung, contohnya memakai alat tangkap trawl, bahan peledak, dan bahan kimia
3. Polusi di perairan pantai yang berasal vdari limbah domestik, limbah industri cair dan padat yang tidak diolah dan sedimentasi akibat tidak adanya tumbuhan mangrove.
4. Run-off ( Air aliran permukaan) akibat deforestasi untuk perkebunan, properti ataupun industri yang menyebabkan sedimentasi. Lamun menyukai air yang bersih, ia akan mati jika tertutupi oleh tanah dan lumpur. Di Papua Barat pembalakan (logging) dan pertambangan menimbulkan ancaman terhadap padang lamun dan biota laut lainnya. Di Taman Nasional Teluk Cenderawasih misalnya, dugong semakin jarang dijumpai karena habitatnya mengalami degradasi karena sedimentasi yang diakibatkan oleh kegiatan pembabatan hutan (Marsh dkk, 2002).
5. Bencana alam seperti angin siklon, badai dan tsunami. Hal ini dapat merobek lamun karena adanya gelombang yang kencang tersebut.
6. Perubahan iklim yang memburuk.

Ancaman terhadap padang lamun yang semakin meningkat, timbul perhatian untuk menyelamatkan padang lamun. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil berisi tentang perlunya penyelamatan dan pengelolaan padang lamun sebagai bagian dari pengelolaan terpadu ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil. Program pengelolaan padang lamun berbasis masyarakat yang pertama di Indonesia adalah Program Trismades (Trikora Seagrass Management Demonstration Site) di pantai timur Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang mendapat dukungan pendanaan dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) dan baru dimulai tahun 2008.

Salah satu hewan yang terkena dampak rusaknya lamun adalah dugong/ duyung. Bagaimana nasib mereka?

Apa itu Duyung?

Duyung (Dugong dugon) adalah mamalia herbivora. Duyung dewasa dapat tumbuh hingga 3 meter, beratnya hingga 500 kg dan hidup selama 70 tahun. Duyung dapat berada dibawah air selama 3 hingga 12 menit sambil makan dalam perjalanan. Mereka dapat makan hingga 40 kg lamun setiap hari. Duyung tersebar bertepatan dengan distribusi lamun di Indo-Barat dan sub tropis Pasifik. Duyung terdapat di lebih dari 40 negara di Samudra Hindia dan Samudra Pasifik Barat, dapat menempuh perjalanan ratusan kilometer dalam beberapa hari.

Di Indonesia, dugong/duyung tersebar mulai dari ujung Indonesia bagian barat (Aceh) hingga timur Indonesia (Papua). Populasi tertingginya berdasarkan Spalding (2007) diperkirakan ada di perairan Ekoregion Arafura (kurang dari 200 ekor), Ekoregion Papua (kurang dari 100 ekor), serta Ekoregion Lesser Sunda, Ekoregion Paparan Sunda, dan Ekoregion Selat Makasar yang masing-masing kurang dari 100 ekor. Sementara, untuk ekoregion lainnya terpantau dalam populasi yang lebih kecil.
Posisi dan arah gerak pengembaraan salah seekor dugong yang terlacak dengan satelit di Kepulauan Lease, Maluku. (de Iongh dkk., 1998)

Duyung memiliki penglihatan yang tidak efektif sehingga mereka lebih mengandalkan pada sensitif kumis dan indera pendengaran. Duyung membuat kicauan, bersiul, dan kulit suara untuk berkomunikasi dengan duyung lainnya. Mereka menggunakan kumis sensitif mereka untuk mendeteksi getaran dari lingkungan mereka dan menggunakannya untuk mencari lamun saat mereka berenang di bawah laut.

Apa perbedaan Duyung dengan Manatee?

Perbedaan duyung dan manatee
Penghuni lamun selain duyung yaitu Manatee. Manatee dan duyung sekilas terlihat sama. Namun meski keduanya sama-sama diklasifikasikan dalam keluarga (familia) Dugongidae dan mamalia laut yang makan tumbuh-tumbuhan laut, mereka berbeda lho. Apa saja ya perbedaannya?
1. Duyung beratnya kurang dari Manatee. Duyung dewasa rata-rata memiliki berat 250-400 kg, sedangkan manatee rata-rata beratnya yaitu 400 - 500 kg.
2. Duyung tidak bisa mentolerir air tawar. Sedangkan Manatee bermigrasi antara laut dan air tawar.
3. Usia kematangan seksual untuk duyung adalah antara 4 -17 tahun, sedangkan untuk Manatee yaitu antara 5 dan 9 tahun (dugongconservation.org).
4. Duyung rata-rata tumbuh panjang 3 meter, Manatee biasanya panjangnya antara 3 dan 3,5 meter.
5. Ancaman utama terhadap duyung adalah bycatch dan penghancuran habitat padang lamun. Hewan Manatee kebanyakan terancam karena suhu yang merugikan dan pemogokan kapal.
6. Duyung memiliki kulit halus, sedangkan Manatee memiliki kulit kasar dan keriput.
7. Duyung tinggal di Hindia dan Samudra Pasifik. Manatee tinggal di Atlantik.
8. Ekor duyung berbentuk fluked (mirip dengan ekor lumba-lumba), sedangkan manatee memiliki ekor berbentuk dayung.

Mengapa Duyung Rentan Terhadap Kepunahan?
Duyung terjerat
Satu hal yang menakjubkan bahwa dugong dapat berkelana hingga jarak yang jauh dan dalam waktu lama, namun ia bisa kembali lagi ke tempat asal semula. Diduga bahwa dugong mempunyai kemampuan daya ingat atau memori spasial yang sangat kuat yang membimbingnya dalam pengembaraannya. Hobbs dkk (2007) menyatakan bahwa dugong dalam pengembaraan jarak jauhnya tampaknya telah mengetahui dimana lokasi sumber makanan lamun yang jauh itu berada dan bagaimana jalan tercepat menuju ke situ. Meskipun dapat melakukan perjalanan jarak jauh, populasi duyung dianggap menurun. Diperkirakan bahwa populasi duyung mengalami penurunan sebesar 20% selama satu abad terakhir, sebagian besar akibat aktivitas manusia.

Karakteristik kehidupan duyung yang hidup lama, reproduksi yang rendah membuat konservasi duyung sangat penting dalam menghadapi berbagai ancaman manusia. Mereka memiliki siklus reproduksi yang lambat dan akan mencapai kematangan seksual pada usia sekitar 6-8 tahun. Dibutuhkan satu tahun untuk menghasilkan anak, biasanya hidup bersama induknya selama 18 bulan sebelum hidup sendiri. Sebuah simulasi studi menunjukkan bahwa, bahkan dalam kondisi alam yang ideal, tanpa gangguan manusia, pertumbuhan duyung tidak akan melebihi 5% per tahun, yang membuat mereka sangat rentan terhadap over eksploitasi atau kematian lainnya (Marsh dkk, 2002).

Karena siklus reproduksi yang lamban tersebut, populasi dugong diduga hanya dapat bertahan dengan angka mortalitas yang sangat rendah, yaitu sekitar 1%-2% tiap tahunnya (Marsh dkk., 1984).Di beberapa daerah seperti di Mauritius, Maladewa (Maladives), Cambodia dan sebagian Filipina bahkan diperkirakan mungkin dugong telah punah (Marsh dkk, 2002).

Duyung diklasifikasikan sebagai hewan rentan terhadap kepunahan menurut IUCN Red List.

Apakah ancaman utama duyung?
Ancaman Utama Duyung
Berbagai aktivitas manusia di darat maupun di laut dapat mengancam terhadap keberadaan duyung loh! Mulai dari yang kita tidak sadari dan sadari. Salah satu contoh sepele yaitu membuang sampah sembarangan, apalagi di sungai. Sifat air yang mengalir dari tempat tinggi ke rendah akan menyebabkan sampah yang terbawa sungai berakhir di laut yang akhirnya akan membuat laut kotor dan biota laut enggan tinggal disana. Adapun alasan utama penurunan populasi duyung meliputi:
(1) Penangkapan duyung menggunakan jaring hiu ataupun pemasangan jebakan. Dalam sebagian besar kasus, duyung sengaja diburu untuk dimakan atau dijual. Laporan menunjukkan bahwa  antara tahun 2005 dan 2010 , di Pulau Solomon 56 duyung tertangkap baik sengaja maupun kebetulan (Dugong & Seagrass Consevation In Solomon Islands).
(2) Praktek-praktek destruktif yaitu memancing di perairan pantai, seperti penggunaan jaring dan trawl, penggunaan bahan kimia seperti natrium sianida dan bahan peledak seperti dinamit untuk memancing.
(3) Perburuan duyung untuk diambil daging, serta untuk obat tradisional, dimana tulang dan gading digunakan untuk pengobatan asma, sakit punggung dan syok. Adanya kepercayaan air mata duyung untuk pelet menambah keparahan perburuan. Di sekitar Sumatra, de Iongh (2009) mengemukakan ditemukannya tulang-belulang dugong di pemukiman penduduk Pulau Siberut (sebelah barat Sumatra), yang digantung di rumah-rumah penduduk sebagai azimat untuk menolak bala, dan gading dugong yang diukir indah, yang merupakan simbolisasi leluhur mereka.
Tulang-tulang dugong digantung di rumah penduduk di Siberut(sebelah barat Sumatra) untuk menolak bala. (de Iongh)
(4) Interaksi dengan duyung dalam wisata yang berlebihan yang  mengganggu hewan dan kadang-kadang membahayakan fisik. Perilaku dugong yang sudah tak takut lagi dengan manusia dan perahu motor, dipandang bisa menimbulkan potensi petaka,yakni tertabraknya dugong oleh perahu motor, atau cedera karena hantaman baling-baling perahu motor. Dugong harus sering kepermukaan untuk bernapas. Kalau pun ia naik kepermukaan hanya lubang hidungnya yang tersembul ke atas permukaan hingga sulit terlihat jelas. Di samping itu dugong berenang dengan sangat lambat. Akan sulit baginya untuk menghindar bila ada perahu motor cepat menuju ke arahnya. Beberapa dugong ditemukan yang punggungnya menampilkan bekas luka bergaris dalam, mengindikasikan kemungkinan karena terhantam oleh lunas atau baling-baling perahu motor

Hubungan Antara Lamun dan Dayung


Hubungan Antara Lamun dan Duyung
(Sumber: DSCP)
Duyung dan lamun adalah salah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Duyung dan lamun memiliki hubungan yang sangat erat yaitu selain duyung menjadikan lamun sebagai tempat hidup, duyung berperan penting dalam menjaga kesuburan padang lamun.

Kajian yang dilakukan oleh Preen (1995) di Australia menunjukkan bahwa kawanan besar
dugong dapat memanipulasi suatu padang lamun untuk merangsang pertumbuhan lamun muda, kegiatan yang disebut sebagai cultivation grazing. Kawanan besar dugong itu mendatangi dan merumput di area padang lamun yang sama secara reguler, dan hal ini akan menjamin pertunasan dan pertumbuhan kembali jenis-jenis lamun pioneer kesukaannya yang berkalori tinggi dan rendah kandungan seratnya. Di Indonesia tidak dijumpai kawanan dugong dalam julah besar dan cultivation grazing, tetapi de Iongh dkk (2007) menemukan di Kepulauan Lease (Maluku) dugong dapat kembali merumput ke area yang sama.

Duyung adalah spesies indikator padang lamun sehat atau tidak. Lamun merupakan komponen penting dari seluruh ekosistem laut seperti mangrove dan terumbu karang. Satu hektar lamun dapat mendukung lebih dari 40.000 ikan dan invertebrata kecil 50 juta. Lamun dapat juga disebut "paru-paru laut" karena satu meter perseginya dapat menghasilkan 10 liter oksigen setiap hari melalui proses fotosintesis (New Zealand Aquatic Environment and Biodiversity Report No 137).

Dugong sedang merumput di dasar laut.
Siripnya yang kuat bagaikan menopang tubuhnya untuk
merangkak di dasar. Dugong mencongkel lamun sampai
keakar-akarnya untuk dimakan (Sumber: noblebrute.com)

Tidak semua jenis lamun sama disukai oleh dugong. Penelitian yang dilakukan di Pulau-Pulau Lease (Ambon, Haruku, Saparua, Nusa Laut) menunjukkan bahwa dugong menyukai makanan lamun dengan urutan favorit sebagai berikut: Halophila ovalis > Halodule uninervis > Cymodocdea rotundata > Cymodocea serrulata > Thalassia hemprichii (de Iongh, 1997). Penelitian di perairan subtropis di Moreton Bay, Australia, menunjukkan bahwa dugong disana dapat juga aktif mencari makanan berupa hewan invertebrata, manakala pilihan makanan utamanya berupa lamun berkurang. Namun diduga hal ini tak terjadi pada dugong di perairan tropis, karena di perairan tropis keanekaragaman jenis lamun lebih bervariasi untuk menjadi pilihan makanannya.

Sumber: DSCP Indonesia

Lamun sangat sensitif dan mereka sering cocok terhadap air jernih dan perairan dengan tingkat gizi rendah. Polusi dari pertanian dan industri menimbulkan ancaman bagi duyung karena jika lamun mulai mati, duyung akan harus bermigrasi ke suatu tempat lain untuk mencari satu-satunya makanan mereka.

Apa yang Telah Dilakukan Dunia untuk Melindungi Duyung?
Salah satu sikap nyata perhatian dunia terhadap keberlangsungan duyung dirumuskan dalam peraturan-peraturan sebagai berikut.

Indonesia
Malaysia
Fipilina
Lamun, Duyung, dan Indonesia
Sumber: DSCP Indonesia
Indonesia telah bergabung dengan Madagaskar, Malaysia, Mozambik, Sri Lanka, Timor Leste, dan Vanuatu dalam proyek Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP)DSCP adalah proyek regional Global Environtment Facility(GEF) yang diinisiasi bersama United Nation Environment Programme – Convention on the Conservation of Migratory Species (UNEP-CMS) bekerjasama dengan Mohammed bin Zayed Species Conservation Fund (MbZ). 
Sumber: DSCP Indonesia
Dugong and Seagrass Conservation Project (DSCP) Indonesia merupakan kerjasama antara Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut KKP dengan World Wildlife Fund (WWF), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dan Institut Pertanian Bogor. Kerjasama ini dibentuk untuk menyelamatkan duyung atau dugong (Dugong dugon) dan habitat lamun khususnya di Indonesia, terlebih masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mengenai dugong dan habitat lamun. Melalui DSCP, masyarakat didorong untuk menjadi pelaku utama dan duta bagi perlindungan dugong dan padang lamun di wilayah masyarakat.

Program Konservasi Pelestarian Dugong dan Lamun melalui DSCP Indonesia dilaksanakan selama 3 tahun (2016-2018). Program ini menyasar pada 3 komponen, yaitu: 
1. Memperkuat dan Mengimplementasikan Rencana Aksi Konservasi Nasional (RAN) untuk Dugong dan Lamun; 
2. Meningkatkan Kesadaran Nasional dan Penelitian tentang Dugong dan Lamun di Indonesia; dan 
3. Pengelolaan dan konservasi dugong dan lamun berbasis masyarakat di Bintan, Kotawaringin Barat, Alor dan Tolitoli.

Berikut merupakan foto-foto kegiatan DSCP Indonesia.


Peresmian Kampanye DSCP Indonesia. Sumber: Facebook Fanpage DSCP Indonesia.
Upaya Perlindungan Duyung di KKPD SAP Selat Pantar. Sumber: Facebook Fanpage DSCP Indonesia. 
 Woa guys, ternyata babang ganteng Arifin Putra lagi jalan2 ke rumah aku nih, tepatnya dia lagi main-main di  Suaka Alam Perairan Selat Pantar, yuk ikutin!


Kemudian pertanyannya, bagaimana kita bisa ikut dalam menyukseskan program kerja DSCP Indonesia?
Sumber: DSCP Indonesia

Nah mudah saja guys! Kalian bisa mulai dari berbagi cerita dan informasi ke teman kalian tentang si dugong dan lamun ini, kalian bisa juga pantau  informasi di Facebook DSCP, Twitter DSCP, Youtube DSCP juga loh.

Apa yang Bisa Kita Lakukan Untuk Lamun dan Duyung?
Seringkali kita sebagai manusia hanya berfikir untuk kebermanfaatan diri sendiri, namun sebagai generasi yang tumbuh dalam jaman yang mendapatkan pengetahuan dengan mudah dan serba cepat maka seharusnya kita menjaga lingkungan mulai dari lingkup di sekitar kita. Sedikit demi sedikit maka kita juga bisa turut melindungi kebelangsungan padang lamun dan duyung. Hal sederhana yang bisa kita lakukan yaitu dengan membuang sampah pada tempatnya, tidak membeli produk yang berasal dari duyung/ dugong.
Sumber: DSCP Indonesia

Juga sebagai generasi yang tentunya melek dan dekat dengan teknologi, kita bisa dengan mudah membagikan informasi tentang padang lamun dan dugong dengan satu tombol. Dengan menyebarkan informasi berupa manfaat dan keterancaman keberadaan lamun dan dugong, kita sudah turut membantu agar orang lain juga termotivasi untuk mengurangi bahkan menghindari penyebab-penyebab rusaknya lamun dan matinya dugong. Sedikit demi sedikit kita lakukan maka pelestarian dugong beserta habitatnya akan terjadi, keindahan biota laut Indonesia terjaga.

Selain edukasi di seluruh platform media sosial, edukasi di masyarakat sangat diperlukan, terutama nelayan dan masyarakat pesisir. Kenapa nelayan? Karena mereka paling dekat dengan keberadaan dugong. Hasil observasi terkait kondisi di lapangan tentang waktu migrasi dugong sangat penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat sehingga nelayan dapat menghindari jalur migrasi tersebut agar meminimalisir kematian dugong akibat tertabraknya dugong oleh perahu motor. Masyarakat dan penegak hukum dapat bekerjasama untuk melakukan patroli untuk melindungi dugong dari ancaman perburuan, masyarakat harus selalu waspada dan melaporkan aktivitas yang membahayakan dugong. Selain hal diatas nelayan, masyarakat terutama di pesisir harus siap terhadap penanganan kejadian dugong terdampar hidup maupun mati. Yuk simak videonya!

Penanganan kejadian duyung terdampar hidup. Sumber: Youtube DSCP Indonesia.


Penanganan kejadian duyung terdampar mati. Sumber: Sumber: Youtube DSCP Indonesia.

Saranku untuk pemerintah yaitu agar lebih memperjelas sanksi tegas secara hukum tentang perburuan dugong agar memberikan efek jera bagi pelaku maupun masyarakat untuk melakukan perburuan dengan transparan dan adil. Pemerintah dibantu Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM) juga harus dapat memutus rantai perdagangan yang berkaitan dengan pemanfaatan dugong, tidak lain tidak bukan dengan cara mensosialisasikan kepada masyarakat sebagai konsumen dan produsen bahwa belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa bagian-bagian dugong bermanfaat, contohnya saja air mata(cairan lendir) yang nyatanya sampai kini belum ada penelitian yang dapat menjelaskan manfaatnya dan memberikan solusi pengganti perburuan dugong. Selain itu, bila memang akan bekerjasama dengan dinas pariwisata untuk menjadikan laut sebagai ekowisata maka tetap harus memperhatikan prinsip konservasi.

Padang Lamun: Rumah Mereka, Untuk Kita



#DuyungmeLamun
#DSCP

DAFTAR PUSTAKA

Blue Sea Vietnam.2018. http://vibienxanh.vn/1.2.2-seagrass.html [diakses tanggal 20 Mei 2018].

de Iongh, H. H., B. Bierhuizen, and B. van Orden. 1997. Observations on the behaviour of the 
dugong (Dugong dugon).

de Iongh, H. H., W. Kiswara, W. Kustiawan and P.E. Loth. 2007. A review of research on the interaction between Dugongs    (Dugong dugon, Müller 1776) and intertidal seagrass beds in Indonesia. Hydrobiologia, 591 (1) : 73-83.

CTI-Southeast Asia. 2016. Dugong: The Sea Cow. https://ctisoutheastasia.wordpress.com/2016/07/04/dugong-the-sea-cow/ [diakses tanggal 19 Mei 2018].

DSCP. 2016. About Dugong & Seagrass. http://www.dugongconservation.org/about/about-dugongs-seagrass/ [diakses tanggal 3 Mei 2018].

Marsh, H., H. Penrose, C. Eros, and J. Hugues. 2002. Dugong Status Report and Action Plan for Countries and Territories.  UNEP. Early Warning and Assessment Report Series: 162 pp.

Müller, 1776) from waters of the Lease Islands, eastern IndonesiaContributions to Zoology, 67 (1): 71-77.

National Geographic. 2015. Dugong. https://www.nationalgeographic.com/animals/mammals/d/dugong/ [diakses tanggal 19 Mei 2018].

Nontji, Anugerah. Dugong Bukan Putri Duyung. 2015. Oseanografi LIPI.

Tomascik, T., A.J. Mah, A. Nontji, and M.K. Moosa. 1997. The Ecology of the Indonesian Seas. The Ecology of Indonesia    Series, Volume VIII, Part Two. Periplus Edition: 643-1388.

WWF. 2018. Dugong. https://www.worldwildlife.org/species/dugong [diakses tanggal 19 Mei 2018].

WWF. 2010. Saatnya Peduli Padang Lamun. https://www.wwf.or.id/?15721/Saatnya-Peduli-padang  [diakses tanggal 20 Mei 2018].