Akhirnya tumpat gigi asli, ibarat jiwanya dokter gigi, kalau ke dokter gigi biasanya ditambal/ ditumpat ya kan giginya. Apalagi karies/ gigi berlubang di Indonesia cukup tinggi! 

Pengalaman pertama di gigi asli cukup deg-deg an, tentu aja sebelum ke pasien langsung udah skill lab di sarjana dan pengayaan dan kelas II saat koas. Biasanya di gigi anak kecil dulu karena requirement di IKGA ada tumpat gigi juga, tapi berhubung saat itu aku gada pasien anak, dan banyak banget temenku yang pingin ditambal giginya akhirnya yaudahlah ngerjakan pasien dewasa aja hihi.

Pengalaman pertama di pasien itu langsung kelas 4! Tumpat gigi ga cuma untuk gigi berlubang karena karies tapi bisa juga misal patah/ kerusakan abfraksi. Di kasus pertamaku ini pasien ceritanya dulu pernah jatuh, trus giginya patah tapi masih vital (tidak ada perubahan warna, di tes klinis OK mengarah vital semua (perkusi (-), tekan (-), vital (+)). Sehingga cukup langsung preparasinya membentuk bevel untuk retensi sekaligus estetik karena bahan komposit (gigi anterior untuk estetik) dia retensinya secara kimia dan fisik (bevel).

Kebetulan ada 2 gigi depan atas yang patah, gigi depan kiri atas (gigi 21) yang lebih 'chipped teeth'. Pengalaman pertama juga mengisi RM asli (dulu pernah tapi itu skenario wkwk). Aku yang pinginnya cari aman aja, tentu saja pingin yang gigi 11 (gigi depan kanan atas) aja lebih gampang karena dikit aja preparasinya dong. Itik itik itik aku ke dokter R saat itu

"Dokter izin lapor kerja ingin tumpat kelas IV di gigi 11." aku izin kerja

"Kenapa nggak gigi 21 aja lebih menantang?" ucap dokternya, pikirku karena giginya emang lebih catchy sih wkwk

"Takut susah dokter hehe" ucapanku yang terlalu jujur ini

"Lhooo kenapa takut, yang ini aja yaa buat belajar"

Kira-kira itulah percakapannya, agak lupa dikit tapi intinya dokternya ingin aku tumpat gigi 21 karena lebih challenging. Keraguanku ini sebenarnya karena takut perforasi aja karena kayak udah lumayan besar aja. Tapi syukurnya aman aja selama preparasi. Berbekal semangat dari dokternya dan belajar kemarinnya memberanikan diri aja sambil dikit2 stop takut kebanyakan.

Preparasi cukup was-was dan lancar untuk bevelnya. Lapor kerja pakai foto difeedback untuk melebarkan bevelnya agar gradasi warnanya nanti bagus dan menghilangkan yang tajam2 karena takutnya nanti buat patah. Setelah diperbaiki all good dan ACC untuk restorasinya.

Masuk restorasi, wah ternyata susah juga, harus membentuk dari dinding palatal baru diisi labial. Tentu aja pakai seluloid strip. Mau aku masukin wedge, gamasuk, yaudah akhirnya celluloid stripnya dipegangi aja di palatal. Di dinding palatal kompositnya macam nempel ke celluloid strip trus lepas2 dari gigi gitu deh. Sebenarnya kupikir2 itu gapapa toh yang penting komposit nempel sama giginya itu, komposit lepas karena megang celluloid strip kurang steady, karena pake komposit filled jadi lengket2 ngikut  gerakannya celluloid strip, harusnya aman jangan gerak2 sebelum di light cure, kayaknya lebih mudah klo pakai crown form. Selesai dinding palatal itu udah mulai enak deh kerjanya tinggal nambah komposit aja. Jeng-jeng challengenya ada di nentukan warna.

Masalah warna ini lihatnya jangan pakai lampu DU karena jujur aku iseng aja emang kenapa kok gaboleh pakai lampu yakan harus pencahayaan alami. Oh kalau pakai lampu DU itu aslinya warna putih tembok pun bisa masuk di warna giginya. Saat dimatikan lampu DU nya, wah baru keliatan beda warnanya wkwk. Juga masalah warna bisa kalian tunjukkan ke pasien dulu-pengetahuan ini didapatkan dari dokternya hehe, makasih nggih dok. Bang Jack bilang jarang pakai pure cuma 1 nomor, biasanya pakai teknik kombinasi, kupikir emang bener, karena ada sekitar 3 warna yang cukup membuat mataku puyeng liatnya karena terlihat sama, yaudah tinggal kombinasiin aja, emang butuh experience juga ya lihat warna komposit ini wkwk.

Selesai restorasi dengan komposit, aku lapor dan dicek dokternya dan dibilangi agak kepanjangan tumpatnya, aku juga baru nyadar, iya juga. Tentu aja tinggal dikurangi, nah ini juga bisa kalian tanyakan ke pasien maunya/ setujunya seberapa panjang dan warnanya. Disini kayak aku belajar dan mempraktikkan bahwa kita bisa lho komunikasi ke pasien enaknya gimana wkwk, tinggal kita kasih pilihan. Setelah all good aku lapor kerja lagi, dan dicek. Tinggal disuruh fine finishing dan poles

"Nah bagus gini lhoo, kamu tinggal yakin ajaa" beliau sambil memberi nilai 82

Aku agak ngefly gitu lhoo, pertama kali tumpat dapat nilai yang sebagus iniiih emang boleeewwhwh? wkwk. Apalagi disemangatin dokternya, emang dasar dokternya baik sih tapi tetep aja ihirrr. Soalnya aku baru tau kalau dokternya biasanya ngasih nilainya 79,80 an gitu2, dan ini artinya semangatnya itu bukan menghibur, bukan fake gitu loh ngerti gasieeeeh wkwk. Yah pokoknya pengalaman ini bikin tambah semangat sih, masih ada harapan untuk belajar kedepannya hehe.

Kalau pengalaman tumpat kelas 1, di fase restorasinya okelah ya itu bisa diperjuangkan. Keraguanku itu di seberapa banyak mengurangi, setelah berguru kesana kemari, tanya beberapa dokter, akhirnya lebih yakin lagi. Keputusan preparasi ada di tangan operator, kalau dokter O bilang ini tergantunggg banget mau preparasi kelas berapa, tapi standarnya cuma menghilangkan karies dan infected dentin (tanda:disonde nyangkut, biasanya warna hitam, bisa dieskavasi), affected dentinnya enggak usah (coklat, karena dia bisa reversible). Kalau jaringan karies ga dihilangkan takutnya karies sekunder dan bisa progress. Biasanya kalau pasien udah sakit, stop, takutnya daripada perforasi, **kecuali restorasi yang butuh estetik, nah baru pokoknya karies dihilangkan karena takut nanti ada bayang-bayang dan jadi jelek gitu.

Seru juga tambal-tambal ini karena core dokter gigi banget gaseee wkwk, cukup bikin deg-deg an karena kadang lubangnya kayak b aja, ternyata cukup dalam wkwk. Surely love conservation and happily learn a lot more tee-hee~!